Oil & Gas
Wiratmaja Puja: Faktor Regulasi Penyebab Utama Rendahnya Investasi di Sektor Hulu Migas

Jakarta, petroenergy.id - Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, selama dua tahun terakhir ini sektor industri minyak dan gas bumi (migas) masih berjalan lambat seiring melesunya penanaman modal di sektor ini.
Wiratmaja Puja mengatakan hal itu di Jakarta, Rabu (19/10), terkait dengan upaya Pemerintah meningkatkan investasi di sektor migas. “Kalau kita perhatikan, sejak dua tahun terakhir, aktivitas sektor migas berjalan lambat,” katanya.
Menurutnya, penyebab utamanya bukan faktor penurunan harga minyak dunia, namun lebih disebabkan oleh regulasi yang kurang mendukung sehingga investasi terus melesu.
Ditambahkannya, melambatnya investasi di hulu migas belakangan ini karena faktor regulasinya tidak mendukung di mata para investor.
Dicontohkannya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang Cost Recovery atau penggantian biaya talangan kontraktor migas dan pajak penghasilan di usaha hulu migas.
Namun demikian, pemerintah telah merevisi peraturan PP No.79/2010 tersebut sehingga bisa memperbaiki keadaan investasi di sektor hulu migas. "Kalau revisi PP 79/2010 rampung, kami harapkan investasi di sektor migas akan bergairah lagi," kata Wiratmaja Puja.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan tiga poin penting dalam revisi aturan tersebut. Ketiga poin itu terkait skema bagi hasil, insentif fiskal, dan insentif nonfiskal. “Status draf akhir sedang dalam proses paraf di Kemenko Perekonomian,” kata Luhut Binsar Panjaitan.
Menyinggung skema bagi hasil, dalam draf akhir revisi PP No. 79 tersebut tercantum penggunaan komposisi pembagian yang dinamis. Saat harga minyak tinggi, pemerintah bisa mendapatkan porsi yang lebih tinggi, begitu juga sebaliknya. Sebelumnya, skema bagi hasil untuk industri hulu migas bersifat tetap, yakni 85:15 untuk minyak dan 70:30 untuk gas.
Untuk insentif fiskal, nantinya tidak ada pajak pada periode eksplorasi. Insentif serupa dapat diberikan untuk periode eksploitasi dengan mempertimbangkan keekonomian proyek. Sedangkan dalam hal insentif nonfiskal, Menteri Energi berwenang memutuskannya, seperti investment credit dan DMO holiday atau pembebasan kewajiban alokasi migas untuk dalam negeri.
Wiratmaja menambahkan, pekerjaan rumah yang masih harus dituntaskan di era pemerintahan Jokowi adalah penataan izin migas. Kementerian ESDM menargetkan pemangkasan izin migas menjadi hanya 6 izin.
Menurut dia, perizinan di sektor migas tidak bisa diturunkan lagi di bawah 6 izin karena akan berbenturan dengan undang-undang. "Supaya paling cepat tanpa mengubah undang-undang, izin jadi 6. Dari 146 izin (dipangkas) ke 6 izin itu sudah banyak," katanya.
Wiratmaja menilai, masa pemerintahan Jokowi telah berhasil mengurangi subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) secara signifikan tanpa menimbulkan gejolak dan perekonomian tetap tumbuh. (mk)