Jakarta, petroenergy.id - Biaya pengeboran sumur gas metana batu bara (coal bed methane/CBM), bisa menghemat 90 persen melalui penggunaan suatu teknologi baru yang telah mendapat persetujuan pemerintah.

Join Venture and PGPA Manager Ephindo Energy Private Ltd Moshe Rizal Husin, menjelaskan dengan teknologi yang baru ini, pengeboran sumur CBM bisa menggunakan rig tambang yang sudah ada di Indonesia.

Dengan memanfaatkan rig tersebut, kata dia, ongkos pengeboran sumur eksplorasi bisa ditekan dari US$ 2 juta per sumur menjadi hanya US$ 200 ribu per sumur. Baca:http://www.petroenergy.id/article/-standar-pengeboran-cbm-dipermudah-menggunakan-mobile-rig-truck

Menurutnya, saat ini KKKS migas (nonkonvensional) sudah mulai menggunakan rig tambang dalam pengeboran sumur. Sejak November 2016, Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merekomendasikan kepada KKKS untuk melakukan pemboran seefisien mungkin.

Dijelaskannya, sebelumnya KKKS migas  masih mengacu kepada teknik pengeboran konvensional migas. Namun, seiring berjalannya waktu, para pelaku usaha melakukan kajian terhadap keekonomian blok nonkonvensional, sehngga disimpulkan bahwa teknologi pengeboran migas nonkonvesional di Indonesia tidak memungkinkan untuk disamakan dengan teknologi pengeboran konvensional. 

Hasil kajian tersebut merekomendasikan teknologi lain untuk diterapkan dalam pengeboran sumur migas nonkonvensional yang diterapkan di Negara-negara lain dianataranya di Amerika Serikat dan Cina.

“Sebagai perbandingan ongkos pengeboran CBM di Amerika Serikat dan Cina sekitar US$ 200 ribu – 300 ribu per sumur,” ungkap Moshe.

Ephindo, kata dia, telah memakai teknologi baru sejak Desember 2016, pada pengeboran empat sumur dalam waktu satu minggu. Sebelumnya, biaya pemboran mencapai US$ 1-5 juta untuk satu sumur CBM. Tapi, dengan teknologi baru ini biaya pemboran bisa dihemat menjadi US$ 200 ribu untuk satu sumur. (mk)