Maritime
Survei Apa Saja Yang Bisa Dilakukan Kapal Perang TNI Untuk Mencari Minyak?
Jakarta, PetroEnergy.id -- Anggota Komite Eksplorasi Nasional dan juga Penasehat IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) Rovicky Dwi Putrohari, pada PetroEnergy, Sabtu 27 Agustus 2016 di Jakarta, menyatakan menyambut baik keinginan Luhut Binsar Pandjaitan, Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang ingin mengajak Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut untuk bersama -sama survei mencari sumber minyak dan gas dilaut.
"Sebenarnya keinginan beliau mengadakan survey laut ini sangat diperlukan bagi kami eksplorer ini. Ini bisa membantu kebutuhan dan kehausan kami untuk mendapatkan data-data di laut." kata Rovicky.
Sebelumnya, sesuai bertemu dengan Pekerja SKK Migas, hari Jumat lalu26 Agustus 2016 di Gedung City Plaza, Jakarta. Luhut menyatakan, akan mengandalkan inovasi yang dilakukan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), kerja sama juga dilakukan dengan TNI untuk bisa mempercepat study di laut.
“Salah satu upaya meningkatkan eksplorasi yaitu bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut. Kapal-kapal TNI yang berlayar akan kita program supaya bisa melakukan study di laut karena sekarang minyak banyak di laut,” kata Luhut.
Namun begitu Rovicky mengaku belum mengetahui secara teknis pelaksaanan survei dan riset kelautannya. Menurutnya, jika kapal perang TNI dimandatkan untuk survei sesimik maka spesifikiasi kapal TNI sangat berbeda dengan spesifikasi kapal seismik untuk kegitana survei baik itu seismik 2D atau 3D.
"Sebab kapal seismik mempunyai kekhususan bisa menarik alat perekam gelombang bernama streamer yang sangat sensitif pada getaran. Termasuk getaran baling-baling kapal. Kapal seisimik walau dioperasikan dengan kecepatan rendah namun arahnya yang stabil. Dan masih banyak spesifikasi tehnis lainnya yang saya rasa mustahil dipenuhi dengan sekedar modifikasi." jelasnya.
"Jadi kalau untuk digunakan survei seismik saya rasa kapal TNI akan terlalu banyak dimodifikasi. Jadi menurut saya ini tidak cocok," tambah Rovicky.
Tapi, lanjut Rovicky, perlu diketahui juga survey dilaut tidak hanya seismik. Ada yang namanya survey pengukuran bathymetri detil dengan multi beam dan side sonar. "Ini barangkali dapat dilakukan dengan kapal TNI yang sesuai. Dan survei bathymetri ini juga dibutuhkan" ujarnya,
Sebab, saat ini belum seluruh atau bahkan kurang dari 10% laut Indonesia yang sudah disurvey kedalamannya dengan kedetilan sangat tinggi untuk kebutuhan analisa geologi. Survei ini mungkin lebih diprioritaskan sesuai dengan kemampuan kapal yang ada.
Selain itu ada survei sampling batuan dasar dilaut dalam yang disebut drop core. Survey ini untuk membantu para geologis memetakan permukaan laut, mencari rembesan minyak di laut, memetakan potensi cekungan, dan mengidentifikasi potensi jebakan palung di laut dalam. "Ini juga bisa dilakukan dan dapat dipenuhi dengan kapal-kapal TNI." tandas Rovicky
Asal tahu saja, saat ini TNI AL sudah punya beberapa kapal survey dibawah Dishidros TNI AL. Diantara kapal tersebut adalah yang baru datang tahun lalu dari Perancis yaitu; KRI Rigel dan KRI Spica. KRI Spica bisa melakukan survey hidro-oseanografi.
Kapal dengan awak 48 crew ini memiliki kapal selam tanpa awak yang mampu melakukan survey hingga kedalaman 6.000 meter dibawah permukaan laut.Kapal ini pernah melakukan riset dan survei di antara perbatasan Indonesia dan Filipina.
Tapi jangan dilupakan juga bahwa saat ini sebenarnya Indonesia sudah ada beberapa kapal survei yang dimiliki lembaga riset tapi kurang termanfaatkan secara optimal seperti kapal survey milik LIPI, dan Kemaritiman serta Janhidros. Ada juga milik PT Elnusa yang justru perlu dioptimalkan pengoperasiannya.
Namun yang masih jadi catatan redaksi adalah, apakah maksud keinginan Luhut hanya mengawal survei kegiatan mencari minyak saja atau mengubah kapal-kapal TNI ikut dalam pengeboran sumur migas? Sebab dikhawatirkan dengan mengubah kapal TNI untuk 2 hal tersebut biayanya bisa lebih mahal daripada menyewa atau membeli yang bekas kapal survey seismik dan kapal pengeboran. (adi)