Oil & Gas

Perusahaan Migas Dunia Akan Kehilangan Pendapatan Rp 15.000 T

img title

Petroenergy.id, NEW YORK - Perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas (migas) atau E&P, diproyeksi akan kehilangan pendapatan sekitar US$ 1 triliun atau Rp 15.000 triliun pada tahun 2020, menurut analisis perusahaan riset Rystad Energy.

"Industri E&P, yang meliputi perusahaan minyak besar menghasilkan pendapatan US$ 2,47 triliun secara global pada tahun 2019," kata riset Rystad Energy, Kamis atau Jumat pagi WIB (1/5/2020).

Namun pada 2020, kata dia, pendapatan perusahaan migas diproyeksikan hanya mencapai US$ 1,47 triliun, atau turun 40 persen dari tahun lalu (year on year/yoy).

Menurut perusahaan, hal ini disebabkan lemahnya permintaan menyusul langkah lockdown sejumlah negara untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19). Dampaknya, perusahaan migas memangkas pengeluaran dan membatalkan proyek.

Rystad juga memproyeksikan pendapatan E&P tahun 2021 menjadi hanya US$ 1,79 triliun dibandingkan perkiraan sebelum pandemi sebesar US$ 2,52 triliun.

Terpangkasnya pendapatan perusahaan migas sejalan dengan kondisi sektor ini di bursa saham AS. Sektor energi menyusut signifikan menjadi kelompok terkecil kedua di seluruh indeks S&P. Industri energi hanya mewakili 3 persen dari indeks, dibandingkan dengan 15 persen satu dekade lalu dan 30 persen pada tahun 1980.

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan minyak dunia anjlok 9,3 juta barel per hari (bpd) pada 2020, karena semua bisnis kecuali sektor yang penting terpaksa tutup dan jutaan penduduk harus tinggal di rumah untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Perjalanan udara di AS yang mencerminan industri perjalanan global, turun 95 persen.

Harga patokan minyak global, Brent sejak awal tahun 2020 hingga kini (year to date) turun lebih 60 persen ke level terendah dalam 20 tahun. Adapun pada bulan ini kontrak berjangka minyak berubah menjadi negatif untuk pertama kalinya dalam sejarah karena kilang di dunia kehabisan ruang penyimpanan, dan memaksa produsen menutup produksi.

Produsen migas asal AS, Exxon memangkas belanja modal secara global sebesar 30 persen. CEO Exxon Darren Woods memperkirakan permintaan minyak turun sekitar 25 persen hingga 30 persen dalam jangka dekat.

Chevron, BP, Shell dan Saudi Aramco adalah contoh produsen utama di dunia yang telah mengumumkan pemangkasan pengeluaran operasionalnya sekitar 20 persen hingga 25 persen secara global. Sebagai sebuah industri, perusahaan minyak sejauh ini memangkas pengeluaran sebesar US$ 54 miliar, menurut laporan Reuters bulan ini.

Minyak Shale AS, dengan biaya produksi lebih tinggi dibanding lainnya adalah kontributor terbesar anjloknya pendapatan industri migas dunia. Administrasi Informasi Energi melaporkan bahwa produksi minyak AS kini turun 1 juta barel per hari, menjadi hanya 12,1 juta barel per hari pada pekan lalu dibandingkan 13,1 juta barel per hari pada pertengahan Maret.

"Tahun ini mungkin ditandai proyek terendah sejak 1950-an dalam hal investasi menjadi US$ 110 miliar, atau kurang dari seperempat dari 2019, karena sebagian besar proyek ditangguhkan," tulis Rystad.

Sementara arus kas perusahaan minyak juga akan anjlok. Rystad memperkirakan arus kas sektor ini pada 2020 akan berkurang menjadi US$ 141 miliar, atau sepertiga dari tahun 2019. Angka itu didasarkan pada asumsi harga minyak US$ 34 per barel pada 2020 dan US$ 44 per barel pada 2021. "Jadi ada risiko penurunan lebih cukup besar jika harga rendah saat ini terus bertahan," kata Rystad.

Sedangkan MUFG bank Jepang memperkirakan harga minyak Brent akan naik menjadi US$ 35 per barel pada kuartal ketiga, US$ 46 per barel dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Adapun pada awal 2021 diprediksi mencapai US$ 49. Hal ini sangat tergantung keefektifan langkah pembatasan jarak sosial dan sebeapa lama lockdown akan dicabut.

Negara-negara yang bergantung pada sektor minyak seperti Rusia, Irak, Arab Saudi, dan negara Timur Tengah lainnya akan tertekan akibat kejatuhan harga minyak. "Ini akan menjadi tantangan bagi negara-negara petro seperti Rusia dan negara Timur Tengah untuk mempertahankan anggaran negara mereka," kata analis Rystad, Olga Savenkova. [babeh/beritasatu.com]

ads-small ads-small ads-small ads-small ads-small ads-small ads-small ads-small ads-small ads-small

Job Posting

No job posted

Oil Price

Exchange Rate

All Category