Oil & Gas
Pekerja Pertamina Tuntut SKK Migas Kawal Transisi Blok Rokan dan Hentikan Arogansi Chevron

petroenergy.id, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengecam sikap arogan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dalam menyikapi keputusan Pemerintah untuk menyerahkan Blok Rokan kapada Pertamina tanggal 9 Agutus 2021, dengan menutup akses data serta menhalangi Pertamina untuk melakukan transisi pada blok migas yang terdapat di Provinsi Riau itu.
Demikian ditegaskan Presiden FSPPB, Arie Gumilar, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (6/2), dalam menanggapi sikap CPI, selaku operator Blok Rokan yang terkesan ingin mentelantarkan blok tersebut dengan cara tidak memberi kesempatan kepada Pertamina untuk melakukan transisi atas blok yang akan dikelola oleh Pertamina setelah kontaknya berakhir pada 9 Aguatus 2021 mendatang.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai Lembaga yang melakukan pengawasan pada kegiatan usaha hulu Migas dinilai gagal menjalankan perannya mengawal masa transisi Blok Rokan sesuai Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasama.
“Pemerintah, dalam hal SKK Migas dinilai gagal mengawal transisi Blok Rokan, mengingat data masih dikuasai oleh CPI. Padahal, data-data ini adalah milik negara. Artinya, data-data yang masih dikuasai CPI atas Blok Rokan itu didapat dengan menggunakan uang rakyat - biaya yang dibebankan kepada negara melalui cost recovery. Namun, karena CPI terlalu arogan, maka data tersebut tetap dikuasainya hingga termenasi,” kata Arie Gumilar.
Oleh karena itu, SFPPB menuntut SKK Migas sebagai perpanjangan tangan pemerintah segera menginstruksikan kepada CPI untuk membuka akases data atas Blok Rokan serta memberikan kesempatan kepada Pertamina untuk mekaukan transisi layaknya yang dilakukan dalam model bisnis sejenis seperti transisi kontrak blok Mahakam dari PT. TEPI kepada Pertamina, waktu lalu.
Mengacu pada Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, makan CPI berkewajiban untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak dan gas bumi serta menjaga kelangsungan investasi pada Wilyaha Kerja minyak dan gas bumi yang akan berakhirnya kontrak kerjasamanya.
Namun, kondisi di Blok Rokan, yang terjadi malah sebaliknya, dimana CPI telah menhentikan produksi sejak akhir tahun 2018 – tiga tahun sebelum masa kontrak berakhir yaitu tahun 2021. “Oleh sebab itu, FSPPB menuntut SKK Migas kawal transisi Blok Rokan dan hentikan sikap arogan CPI dan bila tuntutan SFPPB ini tidak digubris maka SFPPB akan melakukan langkah-langkah proaktif,” kata Arie Gumilar.
Arie menambahkan, CPI juga terkesan tidak transparan dalam hal penanggulangan masalah limbah B3 yang terdapat di Blok Rokan yang disebabkan limbah produksi yang menyebabkan tanah terkontaminasi minyak. Limbah ini akan menjadi tanggungjawab Pertamina yang berpotensi menimbulkan beban biaya yang besar.
“SFPPB tidak mau melihat Pertamina menanggung beban, dimana nanti saat Blok Rokan diserahkan kepada Pertamina, muncul beban biaya yang akan ditanggung Pertamina diantaranya adalah terkait permasalahan tanah terkontaminasi minyak yang sampai saat ini belum diselesaikan CPI,” kata Arie.
Dalam kalkulasi sederhana, lanjut Arie menambahkan, beban yang muncul akibat limbah itu nilainya diperkirakan mencapai lebih dari US$ 1,8 miliar. “Nilai ini diperkirakan lebih besar dari nilai aset dan produksi sampai dengan tahun 2021, yang hanya mencapai US$ 600 juta,” pungkasnya. (MK)