Maritime
Koarmabar: Memanfaatkan Keuntungan, Mengawal Kerawanan Posisi Indonesia
Twitter
Jakarta – petroenergy.id - Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar), Laksamana Muda TNI Aan Kurnia, S.Sos., menilai posisi Indonesia yang berada di antara Benua Asia dan Australia serta diapit Samudera India dan Pacific dinilai sangat strategis. Dengan posisi ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk keuntungan bagi Indonesia.
Namun demikian, selain keuntungan itu juga muncul kerawanan-karawanan. Pasalnya posisi itu mudah dimasuki oleh sesuatu yang bersifat illegal. Termasuk, kemungkinan ancaman terhadap kedaulatan maupun hukum. “Tugas saya selaku Panglima Komando Armada Barat adalah mengamankan perairan wilayah laut Indonesia. Wilayah ini sangat kaya. Beragam kekayaan terkandung di sini,” ujar Aan Kurnia kepada PE, di ruang kerjanya, 31 Agustus 2016.
Indonesia sebagai negara kepulauan, lanjut Aan Kurnia, melakukan koordinasi lintas sektor. Misalnya dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam hal ini Satgas 115 dan lainnya. “Saya kemarin bertemu dengan Menteri Susi Pudjiastuti untuk saling berkoordinasi, karena Angkatan Laut tidak bisa bergerak sendiri, KKP tidak bisa bergerak sendiri, Polair juga tidak bisa bergerak sendiri dan sebagainya,” tambahnya serius.
Menurut Aan Kurnia dengan kondisi yang masih terbatas ini, maka semua pihak harus berkoordinasi merencanakan suatu kegiatan dengan tujuan untuk NKRI, menegakkan kedaulatan.
Oleh karena itu, lanjutnya, ada operasi bersama yang terkoordinir, di samping operasi masing-masing angkatan. Walaupun melakukan operasi sendiri-sendiri, tapi tetap melakukan komunikasi lintas sektor. Contoh Angkatan Laut melakukan operasi di Natuna atau di wilayah Barat Sumatera. “Tapi saya tetap menginformasikan ke Kodam dan sebagainya bahwa sekarang ada KRI sedang beroperasi di sana,” tandasnya serius
Lebih lanjut ditambahkan, konsep pengamanan kepulauan Indonesia ini tidak seperti memagari rumah. Lautan Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Tidak semuanya daerah rawan. Berdasarkan analisa di lapangan dapat teridentifikasi daerah-daerah mana saja yang rawan. Di daerah yang rawan tersebut ditempatkan kekuatan di sana. “Angkatan laut kita sekarang punya kapal sekitar 150-an kapal. Jumlah tersebut belum ideal. Angka idealnya berkisar 200 sampai 300 KRI,” ujarnya seraya menambahkan untuk mengoptimalkan operasi, maka ditempatkan kekuatan di daerah-daerah yang dinilai rawan.
Aan Kurnia menambahkan di Angkatan Laut ada armada siaga, ada satuan-satuan kecil. Sedangkan di Armada Kawasan Barat ada Western fleet Quick Response (WFQR) yang ada di setiap Lantamal. Tanggungjawab saya dari Aceh sampai ke Cirebon dan ke atasnya lagi sampai ke Pontianak. Saya membawahi Lantamal-Lantamal. Nah, di setiap Lantamal ini ada Western fleet Quick Response. Kalau ada sesuatu yang illegal, dia dengan cepat bertindak. Di sini ada KRI, ada pesawat dan ada pasukan marinir,” katanya serius.
Sementara itu untuk mendukung program pemerintah menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, lanjut Aan Kurnia, ada lima pilar. Pertama, masaalah budaya bahari, kedua, masalah sumber daya alam, khususnya maritim, ketiga, masalah konektivitas martim, keempat masalah diplomasi maritm dan kelima masalah pertahanan Negara. “Ini semua terkait dengan tugas angkatan laut. Contoh pertahanan maritim, kita sudah ada konsep untuk mengamankan laut ini,” jelasnya lagi.[] Yuniman