Maritime
Indonesia Produsen Rumput Laut Terbesar Kedua Dunia

Petroenergy.id, JAKARTA - Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berkomitmen menggenjot produksi rumput laut. Apa sebab?
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu, pernah mengatakan komoditas rumput laut memiliki kontribusi pada pertumbuhan ekonomi domestik maupun sebagai komoditas ekspor.
Data yang dimiliki KKP menunjukkan Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua dunia setelah Tiongkok. Simak saja, volume ekspor tahun 2020 mencapai195.574 ton dengan nilai US$ 279,58 juta.
Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, pada satu kesempatan mengatakan selain fokus pada produk-produk yang mampu menjadi ketahanan pangan nasional di tengah pandemi yang belum usai, KKP juga harus fokus pada produksi ekspor komoditas unggulan Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satunya rumput laut.
Tb Haeru mengatakan rumput laut sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia mempunyai prospek pasar yang cukup luas di dalam maupun di luar negeri. Kebutuhan rumput laut sebagai bahan dasar dalam berbagai industri menjadikan komoditas ini mempunyai nilai sangat tinggi.
Rumput laut menjadi salah satu komoditas andalan dalam kegiatan budidaya. “KKP berusaha meningkatkan performa bibit rumput laut hasil budidaya dengan melakukan berbagai inovasi untuk menciptakan bibit rumput laut berkualitas yang menunjang produksi rumput laut dalam negeri,” ungkap TB Haeru yang akrab disapa Tebe.
Salah satu capaian KKP adalah berhasil mengembangkan bibit hasil kultur jaringan rumput laut. Keberhasilan ini akan terus diperluas dengan melakukan improvisasi untuk varian jenis lainnya seperti "strain saccul".
Harapan Tebe, dengan penerapan teknologi sederhana dan mudah dipahami pembudidaya, kegiatan budidaya rumput laut berpotensi menyerap tenaga kerja masyarakat pesisir, terutama daerah-daerah potensial produsen rumput laut.
Dalam upaya mendongkrak produksi rumput laut, KKP bakal menggiatkan program pengembangan kawasan budidaya rumput laut. Caranya dengan mengoptimalkan lahan-lahan potensial di Kawasan Timur Indonesia. Di antaranya di Nusa Tenggara Timur.
Di kawasan pengembangan budidaya ini akan dibangun kampung rumput laut yang menerapkan teknologi ramah lingkungan. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.
Ke depan, KKP bertekad melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada masyarakat secara berlanjut. Kegiatan ini diarahkan untuk menggalakkan penggunaan bibit kultur jaringan di kalangan pembudidaya, pembangunan kebun bibit, penyaluran sarana penjemuran rumput laut, dan penyediaan gudang rumput laut yang menerapkan Sistem Resi Gudang.
"Dengan begitu komoditas rumput laut nantinya mampu memberikan kontribusi terhadap pemulihan ekonomi dalam negeri baik sekarang maupun nanti,” tegas Tebe.
Tebe memberi bukti. Selama masa pandemi Covid-19, rumput laut merupakan salah satu komoditas yang memiliki kontribusi besar terhadap nilai ekspor perikanan nasional. Untuk tahun 2021, KKP menargetkan produksi rumput laut nasional bisa mencapai 10,25 juta ton.
Kegiatan Prioritas
Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok, Mulyanto mengungkapkan bahwa selama beberapa tahun ini, BPBL Lombok sudah melakukan beberapa intervensi di Nusa Tenggara Timur, baik melalui provinsi maupun kabupaten-kabupaten yang ada di NTT. Salah satunya berupa pengembangan budidaya rumput laut.
Untuk kegiatan pengembangan dan juga bantuan kebun bibit rumput laut, jajaran BPBL sudah melakukan intervensi melalui Sumba Timur dan beberapa kabupaten lainnya seperti Kabupaten Kupang.
"Program ini merupakan salah satu kegiatan prioritas kami untuk mendukung produksi rumput laut. Sehingga pembudidaya meningkat kesejahteraannya dan juga memperbaiki kualitas rumput laut," ungkapnya.
Mencatatkan keberhasilan, Mulyanto menyebut Pulau Semau dan Kecamatan Sulamu adalah wilayah yang begitu pesat dalam pengembangan budidaya rumput laut. Program budidaya ini sudah dilakukan sejak 2019.
Atas capaian itu, semangat BPBL pun bertambah. Kegiatan pembinaan dan sosialisasi alih teknologi melalui kegiatan diseminasi, perekayasaan, pengawalan teknologi oleh pengawas perikanan lewat temu lapang, dan sosialisasi bantuan sapras, juga monitoring dan survailans kesehatan dan lingkungan akan lebih digalakkan.
Ujung-ujungnya, BPBL berharap akan semakin banyak pembudidaya rumput laut yang mandiri, di tengah upaya keras lembaga ini mendistribusikan program bantuan bibit rumput laut.
Bantuan itu telah didistribusikan ke beberapa kabupaten di NTT pada 2019, dan di 2021 akan disalurkan untuk lima kelompok pembudidaya di Kabupaten Sumba Timur.
BPBL Lombok juga berharap tidak hanya sampai pada produksi rumput laut kering saja kegiatan yang dilakukan pembudidaya, melainkan pada kegiatan pasca panennya. "Melalui pengolahan rumput laut kering seperti dalam bentuk Alkali Treated Cottonii (ATC) yang merupakan bahan baku pembuat karaginan murni, pembudidaya akan memperoleh nilai keuntungan berlipat. Selain juga dapat meningkatkan nilai devisa ekspor dan perekonomian masyarakat NTT,” sambungnya.
Sumber Penghidupan
Ketua Kelompok Pembudidaya Rumput Laut Bibit Jaya, yang berada di Kelurahan/Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Arman La Ampa mengatakan rumput laut merupakan sumber penghidupan bagi dirinya dan mayoritas masyarakat di Sulamu.
Kebutuhan ekonomi masyarakat Sulamu sangat bergantung pada penghasilan budidaya rumput laut. Hampir 99 persen penduduk Kelurahan Sulamu adalah pembudidaya rumput laut.
"Pada 2019, KKP melalui BPBL Lombok telah banyak membantu kami dan itu sukses sekali. Bibit kultur jaringan sampai sekarang masih berkembang. Insya Allah bisa terus berkembang,” ucap Arman.
Budidaya rumput laut sangat mudah. Untuk produksi rumput laut sebanyak 5 tali ris dibutuhkan modal sekitar Rp 1 juta. Modal itu dialokasikan untuk pembelian bibit rumput laut dan tali ris. Dalam waktu 45 hari hasil sudah dapat dipetik, dengan panen sekitar 600 kg rumput laut basah. Sementara ketika kering menjadi sekitar 150 kg, dengan harga Rp 21 ribu per kilo.
Hitung-hitungan itu menunjukkan pembudidaya bisa mendapatkan Rp 3,1 juta dari penjualan hanya dengan modal Rp 1 juta. Berarti, mereka bisa meraup keuntungan sekitar Rp 2,1 juta dalam waktu 45 hari. Keuntungan berikutnya, pada produksi selanjutnya mereka tidak perlu lagi membeli bibit.
“Tahun lalu kita bisa panen mencapai 70-80 ton. Itu hanya di Kelurahan Sulamu saja. Dan untuk pemasaran, tidak ada masalah. Perekonomian kami sangat terbantu,” ungkap Arman. [tius]