Event
Forum Ketahanan Energi Nasional Cari Format Jitu
Jakarta, PetroEnergy.id -- Ketahanan energi merupakan isu yang sangat krusial bagi seluruh negara khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Jika sebelumnya ketahanan energi selalu erat kaitannya dengan sumber daya alam berbentuk minyak dan gas, belakangan terus berkembang ke seluruh sumber daya fosil lainnya seperti batubara.
Bahkan, dalam satu dekade terakhir, geliat energi non fosil yang dikenal sebagai energi baru terbarukan (EBT) juga mendapat perhatian cukup serius. Industri migas, minerba, dan EBT pada akhirnya menjadi satu kesatuan yang utuh demi satu tujuan yakni mewujudkan ketahanan energi nasional.
“Salah satu tugas yang harus dipikul pemerintah saat ini adalah meningkatkan ketahanan energi nasional sebagai salah satu bentuk ketahanan bangsa. Harus ada solusi untuk menangani berbagai tantangan dalam pencapaian ketahanan energi,” kata Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Agum Gumelar di sela-sela Forum Ketahanan Energi Nasional yang digelar di Jakarta, (8/9/2016).
Agum menekankan, dibalik tantangan terdapat peluang-peluang yang ada dalam pencapaian ketahanan energi. Oleh karenanya, perlu dipersiapkan konsep yang strategis tanpa harus meninggalkan aspek-aspek kebangsaan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengatakan, konsumsi energi diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia. Oleh karena itu, teknologi di sektor energi harus terus dikembangkan untuk mencapai ketersediaan energi.
“Energi adalah pijakan berbagai aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Ketersediaan energi juga salah satu tantangan besar bagi pengembangan tahapan-tahapan industrialisasi,” ungkap Rosan.
Seperti yang diketahui, saat ini kondisi ketahanan energi nasional telah berada dalam kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Salah satu indikasinya adalah mengacu pada ketersediaan stok BBM nasional yang kini baru mencapai hingga kurun waktu 20-25 hari saja. Minimnya ketersediaan BBM di dalam negeri terjadi sebagai akibat dari ketergantungan impor minyak mentah maupun BBM yang tidak lagi sebanding dengan tingkat konsumsi nasional.
“Konsumsi yang tidak sebanding dengan produksi secara alamiah akan menimbulkan persoalan harga dan ketersediaan,” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi B. Sukamdani.
Senada dengan Rosan, ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan energi akan menjadi ancaman bagi perekonomian baik sektor industri maupun perdagangan. Menurut Hariyadi, ketersediaan listrik juga menjadi syarat utama bagi investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah.
Program 35 ribu MW yang dicanangkan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla juga penting mendapat perhatian khusus. Sebagaimana diketahui, ketersediaan energi listrik mempunyai peranan vital dalam pengembangan sektor industri. Namun, untuk mencapai target 35 ribu MW hingga 2019 mendatang diyakini bukanlah persoalan mudah.
“Sumbatan birokrasi maupun aspek finansialnya menjadi rintangan yang masih harus terus dicarikan solusinya,” kata Hariyadi.
Sementara itu, yang tak kalah penting adalah percepatan proyek EBT yang niscaya dalam kurun 20 tahun ke depan akan perlahan menggantikan energi fosil. Hal ini juga sejalan dengan rencana kebijakan energi nasional yang telah dipatok hingga 2050 mendatang. Akan tetapi, percepatan proyek EBT juga seringkali mengalami kendala terutama dikarenakan biaya implementasi yang masih tinggi.
Proyek EBT sudah sering digalakkan tetapi meredup ketika sumber energi fosil melimpah. “Kita berharap pola pengembangan EBT tetap konsisten meski awalnya membutuhkan investasi tidak sedikit tetapi cukup menarik untuk tahun-tahun berikutnya,” Hariyadi menguraikan.
Forum Ketahanan Energi Nasional (FKEN) adalah wadah yang dinilai tepat untuk membedah persoalan energi nasional saat ini. FKEN yang dihelat pada 8 September 2016 ini menyajikan serangkaian paparan dari pakar-pakar di bidang energi. Sederet paparan dalam lima Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan pembicara kunci dari pejabat eksekutif, legislatif, pengusaha, maupun praktisi di sektor energi. FKEN merupakan momentum bagi para pemangku kepentingan untuk mencari solusi atas segala tantangan yang dihadapi, mengolah, dan merumuskan konsep ketahanan energi nasional di masa sekarang dan masa mendatang.
Forum ini dihadiri oleh Wakil Presiden Republik Indonesia dan menteri-menteri terkait yang diawali dengan dialog mengenai kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi beserta implementasinya dengan para pelaku usaha bidang energi di Indonesia. Acara ini juga dilengkapi dengan lima FGD yang diselenggarakan secara bersamaan dengan topik-topik pembahasan:
- Strategi pengelolaan cadangan energi nasional,
- Mewujudkan akses energi 100% yang terjangkau,
- Penggunaan Batubara: Ketahanan energi vs Lingkungan hidup,
- Peran jangka panjang energi baru terbarukan,
- Undang-undang dan regulasi energi.
Dalam penyelenggaraannya, FKEN juga turut memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah maupun pengusaha swasta untuk berdiskusi di dalam sesi “Business Gathering” setelah pelaksanaan FGD guna merencanakan secara maksimal pemanfaatan kekayaan energi fosil maupun EBT di wilayahnya.
“Pemda yang hanya mempunyai sedikit cadangan energi justru sangat penting terlibat. FKEN ini adalah ajang paling tepat untuk mencari maupun bertukar informasi,” pungkas Hariyadi.(adi)